Minggu, 27 Desember 2009

“TERNYATA, PANGLIMA ITU ADALAH SEBUAH KATA”

Oleh : Syahrul
NIM : 09709251031


Kelik Kwalik (KK) “aktivis” Organisasi Papua Merdeka (OPM), jadi salah satu berita besar sepanjang akhir pekan ke- 3 Desember ini . Ia tewas setelah melakukan perlawanan pada saat akan ditangkap aparat keamanan, Rabu, 16 Desember lalu.

Tahun 1996, KK memimpin penculikkan dan penyanderaan terhadap belasan peneliti asing di Mapenduma, sekitar 160 km dari Wamena, Jayawijaya, Papua tahun 2002. Ia memimpin serangkaian penembakan di areal PT. Freeport Indonesia.( FI) di Timika. Beberapa tersangka penembakan di areal PT. FI tahun 2009 ini, juga mengaku diperintah KK.

Sekiranya KK tetap menjalani profesinya sebagai seorang guru di Sekolah Menengah milik Yayasan Katolik di daerah Waena, Jayapura. Mungkin ia tidak akan bernasib tragis. Persoalannya, ia memilih membangun Papua dengan jalan kekerasan bersenjata. Ia mengajak, mempengaruhi, dan mengajarkan orang-orang tentang cara menembak dan meneror warga lain yang tak sehaluan . Akibatnya, KK terpaksa harus berhadapan dan tewas di tangan aparat keamanan.

Kalau saja KK hanya sebatas pengikut atau simpatisan OPM, mungkin beritanya akan sayup-sayup. Bahkan, boleh jadi akan tak terelus media. Namun, KK bukanlah “aktivis” biasa. Ia seorang “godfather”. Ya, ia seorang panglima!. Panglima Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka wilayah Timika.

Karena ia seorang panglima maka tewasnya KK pun menjadi sebuah berita besar. Pada hari yang sama, di belahan bumi lain, seorang panglima tertinggi sindikat narkoba bernama Beltrand Leyva, tewas dalam, sebuah insiden tembak menembak dengan aparat keamanan Meksiko.

* * *

Panglima adalah sebuah posisi dan/atau jabatan puncak. Ia merupakan sebutan terhormat sekaligus membanggakan, khususnya di kalangan pengikut-pengikutnya. Semakin besar basis pengikut dan wilayah kekuasaannya, semakin terhormat, bergengsi, dan disegani pula seorang panglima.

Membuka kembali penggalan-penggalan lepas peristiwa yang terselip dalam arsip sejarah. Panglima memiliki makna yang agung. Ia identik dengan lelaki perkasa, gagah berani, tidak gampang menyerah, memiliki banyak pengikut bersenjata dan menjadi symbol kekuatan psikologis para pengikutnya. Lantaran posisinya yang terhormat ini, jejak-jejak penting para panglima tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah umat manusia.

Tengoklah ke masa lalu!. Dalam kosmos sejarah internasional, ada sederet nama terkenal, seperti: Daud –Sang panglima perang Taluth ketika melawan raja Jaluth–, Khalik bin Walid, Thariq bin Ziyad, Jenderal Rommell (Singa Padang Pasir), George Washington, Jenderal Mac Arthur, Hulaghu Khan (Penakluk Negeri seribu satu malam), dan masih banyak lagi.

Di belantara sejarah tanah air, nama-nama seperti Panglima Polim, Pangeran Diponegoro, Kapitan Pattimura, Tuanku Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Jenderal Sudirman, merupakan sederet tokoh yang akan selalu dikenang sejarah sebagai seorang panglima perang dan pemberani yang pernah dimiliki negeri ini.

Merunut jejak-jejak sejarah tersebut, menjadi terang benderanglah bahwa awalnya, panglima identik dengan seorang tokoh Militer yang memimpin banyak pasukan bersenjata. Namun dalam perkembangannya panglima tidak lagi hanya dipakai untuk menyebut seorang tokoh pemimpin angkatan perang.

Kenapa?, Panglima itu ternyata, adalah sebuah kata yang lebih luas maknanya dari pada seorang tokoh an sich, dalam kapasitasnya dalam sebuah kata, ia mesti tunduk di bawah rule of the game masyarakat penuturnya. Ia bukan lagi monopoli abadi milik seorang tokoh angkatan perang. Ia milik unsur apa saja yang disepakati para penuturnya.

Sebagian penutur asli bahasa Indonesia, telah memelopori pemekaran makna Panglima menjadi : sebuah entitas terdepan yang mesti diikuti. Ini dapat disimak dalam berbagai cuplikan kalimat, antara lain: “Kasus Korupsi yang merajalela di negeri ini adalah buah dari kebijakkan pemerintah yang menempatkan pembangunan ekonomi sebagai panglima, dan memposisikan aspek moral sebagai pengikut, dalam paradigma pembangunan nasional.”

Dalam merezim makna ini, semua objek –imajiner maupun nyata– bisa jadi Panglima. Telunjuk, dapat dikatakan sebuah Panglima, kalau telunjuk menjadi objek yang selalu diikuti. Kata hati, juga bisa ditempatkan sebagai panglima yang menuntun kita dalam pengambilan keputusan. Akhlak baik, akhlak buruk, emosi, dan bahkan syahwat kekuasaan, pun sekonyong-konyong bisa menjadi Panglima. Kalau ensitas tersebut selalu menjadi rujukkan dalam keseharian seseorang.

Fenomena lain, keberadaan slogan, moto, semboyan, iklan, dan lain-lain telah menobatkan dirinya menjadi panglima buat pembacanya. Setelah membaca sebuah slogan, banyak manusia kemudian berubah pikiran dan terseret ke dalam ombak nilai sebuah slogan tersebut. “Time is Money” contohnya, karena pengaruh semboyan ini, terciptalah suatu pemikiran untuk selalu berusaha memanfaatkan waktu yang ada untuk uang. Segala aktifitas manusia pun hanya berorientasi pada uang. Dari hanya sebuah kata, telah menjelmakan dirinya menjadi seorang panglima, yang menggiring opini, pendapat, dan pikiran manusia –layaknya panglima– untuk berbuat seperti yang terkandung dalam nilai sebuah kata tersebut. Sekali lagi, sebuah kata telah menjadikan dirinya panglima buat manusia.

Francis Bacon menyerukan bahwa “Knowledge is Power”, melahirkan suatu pandangan bahwa kata itu bukan lagi sekedar mitos, melainkan sudah menjadi etos, telah melahirkan corak dan sikap pandang manusia yang menyakini kemampuan rasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan masa depan, dan dengan optimismenya, berinovasi secara kreatif untuk membuka rahasia-rahasia alam.

Yang menjadi problem adalah apabila syahwat korupsi misalnya, menjadi panglima dalam upaya pemberantasan kemiskinan dalam Negara. Logika dan akal sehat akan jungkir balik. Hati nurani akan meratap. Undang-undang pun akan menjadi pasal-pasal karet yang bias dan tak adil bagi rakyat kecil. Inikah yang terjadi di negeri ini?. Wallahu a’llam bi sawab.

Pada akhirnya kita bicara tentang pilihan: memproduksi pikiran atau mengkonsumsinya. Bersungut-sungut terhadap situasi kebudayaan kita di sini, atau bekerja memajukan pikiran bebas. Semuanya adalah fungsi dari kehendak.

Daftar Referensi :
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM,2007, Filsafat Ilmu, Liberty Yogyakarta. Yogyakarta
Harian KOMPAS 22 Desember 2009

Jumat, 25 Desember 2009

BILANGAN MENGATUR ALAM SEMESTA

(Sebuah Kajian Metafisika tentang Keberadaan Sebuah Angka)
Oleh ; Syahrul


“Apabila bilangan mengatur alam semesta, Bilangan adalah kuasa yang diberikan kepada kita guna mendapatkan mahkota, untuk itu kita menguasai bilangan.
If “Number rules the universe, Number is merely our delegate to the throne, for we rule Number.”
Pythagoras



Pertanyaan Thales tentang “apa sebenarnya bahan alam ("arche" = ) semesta ini?”, ternyata telah “menggelitik” hati-hati para pemikir untuk ikut merenungkannya. Maka lahirlah beragam pendapat dan pandangan tentang persoalan ini, Thales mengusulkan air, Anaximandros menjawab dengan yang tak terbatas, Demokritos memberi sanggahan bahwa atomlah yang menyusun alam semesta ini, Anaximenes mensinyalir bahwa udara yang menjadi stuff alam raya ini, Heraklitos tidak mau kalah dan memberikan jawaban bahwa bahan dasar semesta ini berasal dari api. Empedokles dengan bijak menggabungkan semuanya dan menjawab api-udara-tanah-air.

Dari beragam seliweran pandangan pertanyaan mendasar di atas, muncul pula pemikiran seorang tokoh dengan jawabasn yang sulit dicerna dengan indera yaitu angka. Tokoh itu adalah Phytagoras. Ya…,Pythagoras (580-500 SM) percaya bahwa angka bukan unsur seperti udara, api dan air yang banyak dipercaya sebagai unsur semua benda. Angka bukan anasir alam. Phytagoras berargumen bahwa segala sesuatu dalam alam raya tidak tertentu dan tidak menentu, baru setelah memiliki batas bentuk dan angka ia menjadi tentu dan pasti.

Kaum Phytagorean (pengikut phytagoras) menganggap bahwa pandangan Anaximandros tentang to Apeiron dekat juga dengan pandangan Phytagoras. To Apeiron melepaskan unsur-unsur berlawanan agar terjadi keseimbangan atau keadilan (dikhe). Pandangan Phytagoras mengungkapkan bahwa harmoni terjadi berkat angka. Bila segala hal adalah angka, maka hal ini tidak saja berarti bahwa segalanya bisa dihitung, dinilai dan diukur dengan angka dalam hubungan yang proporsional dan teratur, melainkan berkat angka-angka itu segala sesuatu menjadi harmonis, seimbang. Dengan kata lain tata tertib terjadi melalui angka-angka.

Phytagoras (560-480 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan yang dikenal sebagai pendiri sekolah filsafat yang bertahan hingga 200 tahun lamanya, serta berpengaruh kuat terhadap perkembangan pemikiran Yunani. Meski sejarah kehidupan Pythagoras sangat sedikit diketahui, diyakini dia pernah belajar matematika di mesir dan Babilonia. Dia lahir di Samos kemudian menetap di Croton, Italia. Di Croton ini dia mendirikan sekolah filsafat dan mendirikan mazhab pemikiran yang disebut mazhab Pythagorean. Pemikiran filsafat terpenting mazhab Pythagorean adalah bahwa bilangan adalah segalanya. Bilangan tersebut terdiri atas bilangan genap dan ganjil, bilangan terbatas dan tak terbatas.

Phytagoras juga mengemukakan beberapa prinsip lain yang saling berlawanan, seperti gerak dan diam, terang dan gelap, lurus dan bengkok, baik dan jahat, laki-laki dan perempuan, kanan dan kiri, bujur sangkar dan empat persegi panjang. Pythagoras percaya bahwa seluruh fenomena alam dapat dijelaskan melalui istilah yang terdapat pada bilangan yang saling berkaitan. Dengan kata lain, bilangan ditempatkan sebagai penanda alam atau simbol. Bilangan enam misalnya, selain dianggap bilangan sempurna, juga dianggap memiliki nilai mistis. Pada bidang matematika, apa yang dimaksud dengan bilangan sempurna adalah bilangan yang apabila faktor-faktornya dijumlahkan hasilnya sama dengan bilangan itu sendiri. Misalnya bilangan 6, faktor-faktornya adalah 1,2 dan 3, dan apabila dijumlahkan (1+2+3) hasilnya akan sama dengan 6. Bilangan sempurna seperti angka enam tersebut selain memiliki nilai mistis, dipercaya sebagai simbol keseimbangan.

Pengaruh pemikiran mistis Phytagoras dapat dijumpai pada karya Saint Augustine dalam bukunya The City of God. Augustine menyebutkan bahwa bilangan enam itu sempurna dengan sendirinya, bukan karena Tuhan menciptakan alam semesta dalam enam masa. Karena bilangan enam adalah bilangan sempurna maka ia dipilih Tuhan untuk masa penciptaan alam. Demikian kata Saint Augustine (354-430): Six is a number perfect in itself, and not because God created all things in six days; rather^ the converse is true. God created all things in six days because the number is perfect...

Meskipun pemikiran filsafat bilangan Pythagoras ini kurang memuaskan dalam memberi penjelasan letak kesalinghubungan antar bilangan yang menjadi penanda alam dengan realitas alam itu sendiri, namun pengaruh pemikiran bilangan sebagai simbol yang dihubungkan dengan fenomena alam, khususnya untuk studi metafisika dan hermeneutika (studi tentang teks kitab suci) memiliki pengaruh yang kuat hingga saat ini. Pengaruh ini dapat dijumpai misalnya, dalam dunia kosmologi yang dalam studi mutakhir memperkirakan bahwa bentuk geometri alam semesta berasal dari konstruksi bilangan enam.

Penjelasan yang paling mutakhir mengenai bentuk geometri kosmos dapat dijumpai pada karya Von Martin Rees, dalam bukunya Just Six Numbers: The Deep Forces That Shape the Universe yang diluncurkan pada bulan Mei 2001. Filsafat bilangan Pythagoras pada awal perkembangannya tampak masih steril atau tidak memiliki pengaruh yang berarti bagi usaha menjelaskan fenomena alam. Namun keyakinan Phytagoras tentang kedudukan matematika sebagai pintu utama untuk membedah rahasia alam banyak mendapat dukungan. Selain sebagai penggagas filsafat bilangan, Phytagoras juga dikenal baik sebagai penemu hukum geometri atau teorema yang berguna untuk menentukan panjang sisi miring dalam segitiga. Panjang sisi miring (hipotenusa) pada segitiga siku-siku menurut teorema Phytagoras ditentukan oleh perhitungan akar dari penjumlahan hasil kuadrat dari kedua sisi yang lain. Teorema yang sederhana ini berlaku umum dan menjadi dasar perkembangan geometri Non-Euclid. Teorema Pythagoras ini juga menjadi inspirasi awal baik bagi Einstein dalam menyusun teori relativitas umum maupun bagi seluruh fisika modern yang mencoba menyusun teori terpadu melalui manifestasi ruang-waktu geometri.

Pemikiran Pythagoras lainnya yang tidak bisa dilupakan adalah gagasan mengenai jagat raya bersifat harmoni (cosmos} atau tidak kacau (chaos}. Dalam hal keharmonisan alam, mazhab Pythagorean merujuk pada teorinya bahwa keharmonisan alam memiliki kesesuaian dengan harmoni pada musik. Menurut Pythagoras, harmoni suara musik ditentukan oleh pengaturan interval dari panjang pendeknya senar. Konsep keharmonisan suara ,musik ini kemudian dijadikan prinsip umum untuk menjelaskan gagasan tentang keharmonisan jagat raya dan semua gerakan planet menyuarakan suara harmoni yang mewakili perbedaan notasi musik. Teori ini kemudian disebut harmony of the spheres (sumber : Fisika Untuk Semua ). Pencetus sekaligus penguasa nisbah dan segitiga

Masa kecil Pythagoras lahir di pulau Samos, Yunani selatan sekitar 580 SM (Sebelum Masehi). Dia sering melakukan perjalanan ke Babylon, Mesir dan diperkirakan pernah sampai di India. Di Babylon, teristimewa, Pythagoras menjalin hubungan dengan ahli-ahli matematika. Setelah lama menjelajah pulau kecil, Pythagoras meninggalkan tanah kelahirannya dan pindah ke Crotona, Italia. Diperkirakan Pythagoras sudah melihat 7 keajaiban dunia (kuno), dimana salah satunya adalah kuil Hera yang terletak di kota kelahirannya. Sekarang, kuil Hera sudah runtuh dan hanya tersisa 1 pilar yang tidak jauh dari kota Pythagorian (namanya dipakai untuk mengenang putra terbaiknya). Menyeberangi selat dan beberapa mil ke utara adalah Turki, terdapat keajaiban lain yaitu: Ephesus.

Pythagoras adalah anak Mnesarchus, seorang pedagang yang berasal dari Tyre. Pada usia 18 tahun dia bertemu dengan Thales. Thales, seorang kakek tua, mengenalkan matematika kepada Pythagoras lewat muridnya yang bernama Anaximander, namun yang diakui oleh Pythagoras sebagai guru adalah Pherekydes. Pythagoras meninggalkan Samos pada tahun 518 SM. Tidak lama kemudian dia membuka sekolah di Croton yang menerima murid tanpa membedakan jenis kelamin. Sekolah itu menjadi sangat terkenal bahkan Pythagoras akhirnya menikah dengan salah satu muridnya. Gambaran rinci tentang Pythagoras tidak terlalu jelas. Dikatakan setelah itu, dia pergi ke Delos pada tahun 513 SM untuk merawat penolong sekaligus gurunya, Pherekydes. Pythagoras menetap di sana sampai dia meninggal pada tahun 475 SM. Sepeninggalnya, sekolah Croton berjalan terseok-seok dan banyak konflik internal, tetapi dapat terus berjalan sampai 500 SM sebelum menjadi alat politik. Bagaimana Pythagoras menciptakan kultus terhadap angka? Angka adalah “dewa” Matematika dan “mitos-mitos” palsu tentang angka tidak dapat dipisahkan. Setiap angka adalah simbol atau melambangkan sesuatu yang terkait dengan metafisik adalah hal lumrah di Cina. Pythagoras pun tidak luput dari “perangkap” mitos tentang angka. Dia mengajarkan bahwa: angka satu untuk alasan, angka dua untuk opini, angka tiga untuk potensi, angka empat untuk keadilan, angka lima untuk perkawinan, angka tujuh untuk rahasia agar selalu sehat, angka delapan adalah rahasia perkawinan. Angka genap adalah wanita dan angka ganjil/gasal adalah pria. “Berkatilah kami, angka dewa,” adalah kutipan dari para pengikut Pythagoras yang memberi perlakuan khusus terhadap angka empat,”yang menciptakan dewa-dewa dan manusia, O tetraktys suci yang mengandung akar dan sumber penciptaan yang berasal dari luar manusia. Jika kita memulai dengan angka 1 dan kemudian menambahkan angka-angka ganjil 3, 5, dan seterusnya dalam susunan pasukan perang, maka kita akan mendapatkan bujur sangkar, sedangkan angka 2 dan angka-angka genap 4, 6, dan seterusnya akan membentuk persegi panjang. Bentuk-bentuk geometri tersebut memperkuat pandangan Phytagoras bahwa kenyataan memang angka. Berkaitan dengan peraturan yang dijalankan oleh kaum Phytagorean kita dapat memahami bahwa pada dasarnya peraturan-peraturan itu baik dan masuk akal. Contoh: kalau bangun tidur tidak boleh meninggalkan bekas di tubuh, hal ini mengajarkan agar orang selalu menjaga kerapian; tidak mengobarkan bara dengan besi, jelas bahwa besi merupakan konduktor yang baik, bisa dipastikan tangan orang yang mengobarkan bara dengan besi akan melepuh karena panas yang dihantarkan oleh besi. Peraturan-peraturan ini juga bisa dipandang dengan metafora, misalnya: tidak memotong-motong roti, maksudnya agar tidak memisahkan diri dari kelompok. Tentang harmoni yang terjadi berkat angka tampak jelas dalam musik. Tinggi rendahnya suara suatu alat musik (biola, piano, dan sebagainya) selalu sebanding dengan panjang pendeknya tali. Dawai sendiri selalu mempunyai ukuran tertentu yang dapat dikatakan dengan bilangan. Ukuran (dalam bilangan) suatu dawai menentukan kualitas suaranya. Disinilah tampak bahwa bilangan itu sungguh menentukan suara.

Dalam susunan ini titik-titik ini bila segala sesuatu adalah angka maka titik-titik ini merupakan kumpulan angka yang sempurna. Jumlahnya sepuluh, namanya Tetraktys. Penemuan ini dihasilkan dengan membagi tali monochord (alat musik yang mempunyai satu tali saja), lalu membandingkan ukuran bagian-bagian tali dengan nada-nada yang dikeluarkan. Contoh : penemuan oktaf, kuint, kuart dalam bidang musik. Oktaf adalah perbandingan 1 dan 2. Kuint adalah perbandingan 2 dan 3. Kuart adalah perbandingan 3 dan 4. Jadi yang menentukan perbandingan ukuran tersebut adalah ke-4 angka pertama, yaitu 1, 2, 3, dan 4, sehingga Tetraktys yang terdiri dari angka 1, 2, 3, dan 4 merupakan angka-angka istimewa, membentuk segitiga ilahi. Kaum Phytagorean menganggap bilangan ini sebagai sesuatu yang keramat dan konon mereka bersumpah demi

Pemikiran Mistisme Intelektual
Doktrin perpindahan jiwa disebut Metapsikosis (methapsychosis). Apabila jiwa abadi dan apabila ia berpindah antar pribadi dan jenis makhluk hidup lainnya, maka hal-hal tertentu akan mengikutinya. Jiwa dipercaya mempunyai ingatan dan kesadaran. Jiwa bersifat individual. Kalau hidupnya baik, sesudah mati ia akan memasuki badan yang lebih mulia. Sebaliknya, bila hidupnya buruk, sesudah mati ia akan memasuki badan yang lebih hina. Misalnya, pada makhluk yang membunuh dan memangsa kita mungkin membunuh jenis kita sendiri, bahkan teman-teman dan sanak saudara kita terdahulu. Karena hal ini, kaum phytagorean mengembangkan seperangkat penjelasan yang luas mengenai makhluk-makhluk pembunuh dan pemangsa serta sejumlah larangan yang dirancang untuk memperkokoh dan mempertahankan kemurnian jiwa. Dengan menyucikan dirinya, jiwa bisa diluputkan dari nasib reinkarnasi itu. penyucian itu dihasilkan dengan mempraktekan Filsafat (dan ilmu pengetahuan pada umumnya), dan mengikuti berbagai macam peraturan diantaranya :
- Tidak makan buncis
- Tidak memotong-motong roti
- Tidak mengobarkan bara dengan besi
- Tidak menyentuh ayam jago putih
- Tidak makan hati
- Tidak bercermin di dekat lampu
- Kalau bangun tidur tidak boleh meninggalkan bekas di tubuh
- Kalau mengangkat panci dari api kembalikan abunya
- Jangan biarkan burung walet bersarang di langit-langit rumah
- Jangan terlenakan oleh gelak tawa yang tak terkendali

Pemikiran Kosmologi

Menurut teori Phytagorean tentang susunan kosmos, untuk pertama kalinya dinyatakan bahwa bukan bumi yang merupakan pusat jagat raya. Menurut Mazhab Phytagorean pusat jagat raya adalah api (Hestia). Hestia sebenarnya berarti Perapian, Tungku. Sebagaimana perapian sebagai pusat rumah, demikian juga api merupakan pusat jagat raya.Yang beredar disekitar api sentral itu berturut-turut : Kontra bumi (antikhton), Bumi, Bulan, Matahari, kelima planet (merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus) dan akhirnya Langit dengan bintang-bintang tetap. Kita tidak melihat api dan kontra bumi, sebagaimana juga bagian bulan yang tidak berhadapan dengan kita tetap berpaling dari bumi. Dengan kata lain, dalam revolusinya sekitar api sentral, bumi mengadakan rotasi sekeliling sumbunya sendiri. Matahari dan bulan memantulkan api sentral. Gerhana-gerhana terjadi apabila bumi dan kontra bumi menggelapkan api sentral. Para pemikir Yunani dikemudian hari menyamakan api sentral dengan matahari, sehingga kaum Phytagorean dalam bidang kosmologi menganut pendirian Heliosentrisme. Seperti diketahui, baru Copernicus (1473 – 1543) akan menemukan kembali teori Heliosetris dan ia sendiri tidak menyembunyikan bahwa ia mengenal Mazhab Phytagorean.
Salah satu peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras karena ia lah yang pertama membuktikan pengamatan ini secara matematis.

Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus beritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan bilangan. Ketika muridnya Hippasus menemukan bahwa hipotenusa dari segitiga siku-siku sama kaki dengan sisi siku-siku masing-masing 1, adalah bilangan irasional, Pythagoras memutuskan untuk membunuhnya karena tidak dapat membantah bukti yang diajukan Hippasus

Kaum phytagorean sangat berjasa dalam meneruskan pemikiran-pemikiran Phytagoras. Semboyan mereka yang terkenal adalah “authos epha, ipse dixit” (dia sendiri yang telah mengatakan demikian). Kaum ini diorganisir menurut aturan-aturan hidup bersama, dan setiap orang wajib menaatinya. Mereka menganggap filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai jalan hidup, sarana supaya setiap orang menjadi tahir, sehingga luput dari perpindahan jiwa terus-menerus. Diantara pengikut-pengikut Phytagoras di kemudian hari berkembang dua aliran. Yang pertama disebut akusmatikoi (akusma = apa yang telah didengar; peraturan): mereka mengindahkan penyucian dengan menaati semua peraturan secara seksama. Yang kedua disebut mathematikoi (mathesis = ilmu pengetahuan): mereka mengutamakan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pasti.

Demikian pemikiran seorang phytagoras, yang telah ikut meletakkan fondasi jagad peradaban, sosok filosof yang mendewakan angka. Pemikirannya telah menyibak tirai rahasia bilangan, pintu “Rahasia Tuhan” pun sedikit terkuak dan tertularkan pada manusia, cahaya angka telah menerangi jalan gelap peradaban. Berkas sinarnya telah menyinari jalan seorang Saint Augustine dalam berfilsafat, Argumennya telah mengilhami seorang Von Martin Rees dalam geometri kosmosnya, juga menjadi dasar perkembangan geometri Non-Euclid. Teoremanya telah menjadi inspirasi awal bagi Einstein dalam menyusun teori relativitasnya. Berkat pemikirannya, generasi-generasi sesudahnya, merasa mampu memandang jelas rahasia-rahasia alam, dan mempunyai bekal cukup untuk melanjutkan upaya menterjemahkan dan menganalisa fenomena-fenomena alam lainnya.
Terima kasih!.

Sumber Referensi:
- Ahmad Tafsir, 2000, Filsafat Umum, PT Remaja Rosdakarya Bandung. Bandung
- Rizal-Misna, 2008, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajara Yogyajarta, Yogyakarta
- Louis O. Katttsoff, 2004, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta
- Ishak abdulhak, 2001, Filsafat Ilmu Pendidikan, Rosda, Yogyakarta.
- Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1996, Filsafat Ilmu, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta
- Noeng Muhadjir, 2001, Filsafat Ilmu, PT. Rake Sarasin. Yogyakarta
- http://www.powermathematics.blogspot.com
- http://nov4n.ngeblogs.com/2009/10/25/phytagoras/
- http://dpenga.blogspot.com/2008/10/phytagoras.html
- http://apiqquantum.wordpress.com/tag/phytagoras/
- http://mriyadhbean.blogspot.com/2008/06/all-about-phytagoras.html

Minggu, 13 Desember 2009

Masa Depan Dunia

Oleh : Syahrul

Suatu pagi Raja Bima Sakti sedang masgul. Semalam, ia bermimpi bercakap-cakap dengan menteri energinya yang bernama Matahari. Dalam salah satu cuplikan mimpinya, sang raja berkata : “Saya mendapatkan masukan dari sejumlah teliksandi bahwa dalam kurun waktu seratus tahun terakhir ini, suhu di Kadipaten Bumi meningkat. Sebagai daerah tersubur dan sumber pasokan utama bahan pangan Kerajaan, semestinya suhu di Kadipaten Bumi tetap dipertahankan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlangsungan eksistensi Kerajaan. Jadi, saya minta kepada anda untuk tidak menambah intensitas suplai energi yang dikirim ke bumi.”
Mendengar komentar raja, sebagai penangung jawab utama energi Kerajaan, Matahari menjawab : “Maaf yang mulia. Sebenarnya, bukannya hamba meningkatkan intensitas kiriman energi ke bumi. Tetapi yang terjadi, atmosferlah yang lalai menyaring sebagian energi yang rutin kita kirimkan ke Bumi.”
“Apa, atmosfer lalai? apa mungkin dia sengaja mangkir dari tugasnya?, mustahil…!
(kukuruyuk !, kukuruyuk, kokokan ayam jantan membuyarkan mimpinya, dan membuat sang raja segera terbangun). Hari ternyata sudah pagi. Sejenak ia termenung, mengingat kembali dan mereka-reka apa gerangan arti mimpinya tersebut.

Namun, sebelum pikirannya terlanjur mengembara kemana-mana, ia memutuskan memanggil pulang empat agen intelijen yang ditugasi khusus untuk mengumpulkan informasi sekaligus melayani masyarakat Bumi. Keempat agen intelijen ini bernama : Atmosfer, Air, Tanah, dan angin. Bersama keempat agen intelijen ini, dipanggil pula seorang narapidana bernama Es Kutub yang dihukum menjaga Kutub Utara dan Selatan Bumi. Dari mereka ini Sang Raja Bima Sakti berharap mendapatkan kabar terbaru tentang Bumi sebagai referensi utama untuk menafsirkan mimpinya. Keesokan harinya, Atmosfer, Air, Tanah, Angin dan Es Kutub sudah berada di Istana dan bertemu dengan Raja Bima Sakti. Raja pun memulai pembicaraan.
Raja :
“Tahukah kenapa tiba-tiba saya memanggil pulang kalian?”

Agen Intelijen :
“Belum tahu paduka yang mulia.” Jawab para agen intelijen serempak

Raja :
“Saya sengaja memanggil kalian untuk mendengarkan informasi langsung tentang apa yang sesungguhnya terjadi di Bumi. Semalam, saya bermimpi. Dalam mimpi saya itu, saya mendapatkan petunjuk bahwa telah terjadi pembangkangan terhadap tugas-tugas yang aku pikulkan kepada kalian. Bagaimana pendapatmu wahai atmosfer?.”

Atmosfer :

“(Mendapat pertanyaan tiba-tiba dan langsung dari Raja, Atmosfer nampak agak gugup). “Maaf beribu maaf yang mulia. Sebagai abdimu yang setia, aku tidak mungkin berani mangkir dari tugasku. Selama ini aku telah menjalankan tugas sebagaimana yang tuanku perintahkan, yaitu menjaga Bumi dari hantaman benda-benda angkasa luar dan menyaring energi Matahari, agar tidak terlalu panas yang sampai ke Bumi, sehingga tetap memungkinkan terjadinya interkasi kehidupan yang seimbang di sana.”

Raja :
“Apakah engkau telah melaksanakannya dengan baik?”

Atmosfer :
“Hamba sudah berusaha semaksimal mungkin sejauh kemampuan hamba tuan. Tapi, …!”

Raja :
“Tapi apa?. Kenapa ada tetapinya?”

Atmosfer :
“Tapi, puluhan tahun belakangan ini, saya tidak melaksanakannya dengan sempurna lagi tuanku!”

Raja :
“Kenapa?”

Atmosfer :
“Maafkan hamba yang mulia. Sebagian dari selimut ozon kesayangku yang biasa kupakai melindunggi tubuh Bumi, sudah terbakar!”

Raja :
“Kenapa sampai terbakar?”

Atmosfer :
“Bukan hamba yang membakarnya yang mulia!”

Raja :
“Lantas, Siapa?”

Atmosfer :
“Penduduk Bumi yang mulia”

Raja :
“Bagaimana mungkin?, bukankah pemimpin-pemimpin mereka rajin berkampanye untuk menjagamu?”

Atmosfer :
“Betul yang mulia, mereka rajin kampanye tapi itu hanya lips service kenyataannya, mereka masih tetap naik kendaraan bermotor yang ber-AC, menggunakan kulkas, Parfum, dan mendirikan pabrik-pabrik yang merusak selimut ozonku yang mulia.”

Raja :
“Bagaimana dengan Tanah?, saya mendapat masukan bahwa akhir-akhr ini engkau sering marah-marah pada masyarakat Bumi!”

Tanah :
“Sebenarnya, hamba tidak sedang marah-marah yang mulia. Hamba hanya sedang sakit . kadang-kadang influenza dan terpaksa harus batuk-batuk. Kadang pula, hamba menggigil menahan sakit perut. Sebagian isi perutku telah disedot oleh masyarakat Bumi. Pada saat hamba mengigil itulah, mungkin banyak penduduk Bumi yang mengira bahwa hamba sedang marah-marah”.

Raja :
“Wahai air!, Apa yang dapat kau kabarkan kepadaku?”

Air :
“ Hormat hamba yang mulia!, saban hari, hamba semakin kesulitan mencari jalan dan memenuhi permintaan sebagian konsumen lama hamba di dalam perut Bumi. sebab, sebagian jalan hamba telah ditutupi dengan semen, aspal, dan gedung-gedung oleh orang-orang kaya. Akhirnya, hamba hanya berkeliaran bebas di jalan-jalan, dan di dalam rumah-rumah penduduk Bumi…!

Raja :
“Cukup!” (mengalihkan pertanyaannya kepada angin, dan tanpa diminta, anginpun segera mengeluarkan isi hatinya)

Angin :
“Tiap hari, hamba tetap menunaikan tugas mulia seperti yang paduka perintahkan. Hamba sudah melayani seluruh kebutuhan pernapasan penduduk Bumi secara gratis. Tapi, mereka nampaknya tidak sampai berpikir. Jarang dari mereka yang mengingat kebaikan ini. sehingga, kadang-kadang hamba pun menjadi kesal. Sesekali untuk mengingatkan mereka, hamba unjuk sedikit kekuatan dengan mengangkat rumah-rumah dan pohon-pohon di sekitar mereka.”

Raja :
“Bagaimana dengan Es Kutub?, Apakah ada kabar baik dari sana?”

Es Kutub:
“Hamba membawa kabar gembira tuanku. Limit waktu hamba untuk menjalani hukuman sebagai penjaga Kutub Utara dan Selatan Bumi, sudah hampir habis. Setiap tahun, hamba mendapatkan remisi dari energi matahari dan pelan-pelan hamba akan mulai menghirup udara kebebasan. Hamba akan meninggalkan kutub yang senyap, masuk ke kota-kota yang padat manusia. Hamba juga ingin merasakan nikmatnya kehidupan malam bersama manusia di kota-kota dan, kota-kota pinggiran pantai akan menjadi pilihan utama hamba.”

Mendengar penjelasan Es Kutub dari para agen intelijennya, Raja Bima Sakti bertitah: "Saya minta kepada kalian untuk menjadikan sabar sebagai panglima dalam menjalankan tugas-tugas sosial di Bumi. Pelayanan terhadap penghuni Bumi adalah tugas utama kalian. Khusus kepada Es Kutub, tetaplah berada di kutub!. Kalau engkau meninggalkan kutub, maka akan banyak yang menjadi korban di Bumi, Camkan baik-baik!. Sekarang pulanglah kalian ke Bumi, dan kepada saudara angin tolong sampaikan kepada penduduk Bumi salam saya. Pesan saya kepada mereka agar memperhatikan dan menjaga kalian, sampaikan juga peringatanku kepada mereka, apabila mereka terus menzalimi Atmosfer, tidak peduli terhadap Tanah, abai terhadap ketersedian Air Tanah, tidak pandai bersyukur, dan tidak memperhatikan Es Kutub, maka kehancuran sedang menunggu masa depan mereka. Cepat atau lambat!."

Sumber :
Harian KOMPAS edisi Sabtu, 12 Desember 2009
Harian KOMPAS edisi Minggu, 13 Desember 2009
www.powermathematics.blogspot.com

Selasa, 08 Desember 2009

Ontologi Diriku

Oleh : Syahrul

Sekumpulan kecil arus air turun dari ketinggian gunung, jauh di atas sana melalui sejumlah desa dan hutan, hingga ia mencapai padang pasir. Arus kecil itu lalu berpikir, "Aku telah melewati begitu banyak rintangan. Tentunya tidak ada masalah buat aku melintasi padang pasir ini!" Namun ketika ia memutuskan untuk memulai perjalanannya, ia menemukan dirinya menghilang secara perlahan-lahan ke dalam padang pasir. Setelah mencoba berkali-kali, ia masih tetap menemukan dirinya yang menghilang dan merasa sangat sedih. "Mungkin ini nasibku! Aku tidak memiliki nasib untuk mencapai lautan luas seperti dalam legenda," ia menggerutu dan mengutuk dirinya.

Pada waktu itu, terdengar suara yang dalam, "Jika awan dapat melewati padang pasir, tentunya sungai juga bisa."

Kedengarannya seperti suara padang pasir. Tidak begitu yakin, arus kecil menjawab, "Itu karena awan dapat terbang, tapi aku tidak bisa."

"Itu karena kamu melekat pada dirimu. Jika kamu benar-benar hendak melepaskannya, dan biarkan dirimu menguap, ianya akan menyeberang, dan kamu akan mencapai tujuanmu," kata padang pasir dengan suara yang dalam.

Arus kecil tidak pernah mendengar hal seperti ini. "Melepaskan diriku sekarang dan menghilang ke dalam bentuk awan? Tidak! Tidak!" Ia tidak dapat menerima gagasan demikian. Lagipula, ia tidak pernah mengalami hal demikian sebelumnya. Bukankah itu merupakan penghancuran diri untuk menyerah dari bentuk yang ia miliki sekarang?

"Bagaimana aku tahu bahwa saran ini benar adanya?" tanya arus kecil.

"Awan dapat membawa dirinya menyeberangi padang pasir dan melepaskannya sebagai hujan di tempat yang tepat. Hujan akan membentuk sungai lagi untuk meneruskan perjalanannya," demikian jawaban dari padang pasir dengan sabar.

"Akankah aku masih seperti diriku sekarang?" tanya arus kecil.

"Ya, dan tidak. Apakah kamu sebagai sungai atau uap yang tak kasat mata, hakekat diri kamu tidak akan pernah berubah. Kamu melekat pada kenyataan bahwa kamu adalah sungai karena kamu tidak mengetahui hakekat diri kamu," jawab padang pasir.

Jauh di dalam sanubarinya, arus kecil teringat bahwa sebelum ia menjadi sungai, kemungkinan juga ia adalah awan yang membawa dirinya hingga ke atas gunung, di mana ia berubah menjadi hujan dan jatuh ke tanah dan menjadi dirinya sekarang ini. Akhirnya arus kecil mengumpulkan keberaniannya dan berlari ke dalam rangkulan awan yang membawanya ke perjalanan hidup berikutnya.

Perjalanan hidup kita seperti halnya pengalaman dari arus kecil. Jika manusia ingin melewati setiap rintangan dalam hidupnya guna mencapai tujuan dari Kebenaran, Kebajikan dan keindahan, maka manusia juga harus memiliki kebijaksanaan dan keberanian untuk melepaskan sifat ke-aku-an (kelekatan pada diri Anda).

Beberapa hal yang bisa kita jadikan pelajaran dari perjalanan arus tadi adalah , bahwa Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia merupakan perputaran yang berporos pada ke AKU-an. Segala bentuk perebutan kekuasaan dan peperangan karena terdorong oleh ke-AKU-annya! Siapa yang dapat membantah?”
Nah, yang menjadi masalah, Apa bedanya ke-AKU-an yang melekat pada diriku, keluargaku negaraku, dan lain sebagainya, yang berporos kepada AKU. Permusuhan dan tidak mau saling mengalah, tak lain tak bukan karena masing-masing membela ke-AKU-annya. Hapuslah kata-kata AKU dan dunia akan aman, manusia akan hidup penuh damai, tidak akan terjadi perebutan karena lenyap pula istilah milikku, hakku dan aku-aku lain lagi.

Penyakitku juga sama dengan penyakit manusia lain, yaitu penyakit AKU. Penyakit yang sudah mendarah daging sehingga tidak terasa lagi olehku, mempengaruhi setiap gerak-gerik dan sepak terjangku. Ini pula yang menimbulkan watakku terkadang licik dan rendah. Kalau senang, ingin senang sendiri. Kalau susah, ingin mencari kawan, bahkan kesusahan menjadi ringan seolah-olah terhibur oleh kesusahan orang lain . Inilah jahatnya sifat AKU yang menimbulkan rasa sayang diri, rasa iba diri, perasaan-perasaan yang selalu berputar pada poros ke-AKU-annya. Contohnya yang lebih jelas, orang yang mempunyai keluarga tercinta sakit parah akan menderita kesengsaran batin yang hebat. Akan tetapi bagaimana kalau melihat ribuan orang lain sakit? Tentu tidak ada penderitaan batin seperti yang dirasakannya kalau keluarganya yang sakit. Timbul pertentangan-pertentangan dalam hidup antar manusia karena saling membela AKU-nya. Timbul perang di antara negara karena saling membela AKU-nya pula. Manusia menjadi tidak aman dan tidak tenteram hidupnya karena dikuasai oleh AKU-nya inilah, tidak sadar bahwa yang menguasainya itu bukanlah AKU SEJATI, melainkan aku darah daging yang bergelimang nafsu-nafsu badani. Cobalah sejenak berhenti berpikir dan coba dengarkan betapa AKU SEJATI mengeluh dalam tangisnya!

Aku pun selalu berusaha untuk tidak pernah menonjolkan diri. Aku berusaha untuk menjadi manusia bebas, akan tetapi, …betapa sukarnya dan betapa tidak mungkinnya usaha itu. Hidup sendiri sudah tidak bebas. Kita terbelenggu oleh kebudayaan, oleh agama, oleh hukum-hukum yang diciptakan manusia hanya untuk menyerimpung kaki manusia sendiri. Di mana kebebasan? Aihhhh, aku pun rindu kebebasan, seperti Aku sejati….!” . Namun kesadaran hanya terlihat di atas awan, kita sering terbuai untuk meraihnya di ketinggian, tetapi lupa menanamnya di bumi kenyataan

Inilah yang membuat hatiku selalu menjadi gelisah menyaksikan betapa makin lama manusia makin menjerat leher sendiri, membelenggu tangan kaki sendiri dengan hukum-hukum dan aturan-aturan sehingga beberapa ribu tahun lagi manusia tak dapat bergerak tanpa melanggar hukum! Betapa bayi takkan menangis begitu terlahir, menghadapi semua belenggu ini? Begitu terlahir, tubuhnya sudah dibelenggu kain-kain penutup tubuh, menyusul peraturan dan hukum-hukum yang tiada putusnya. Ada hukum ada pelanggaran, diperkenalkan yang buruk, mengerti tentang kesucian berarti mengerti tentang kedosaan. Aihhh, betapa repot hidup ini!

Aku adalah seorang manusia, dan aku menjadi manusia bukan atas kehendakku! Aku sudah ada dan aku harus bangga dengan keadaanku, harus berjuang mempertahankan keadaanku dan menyempurnakan keadaanku!. Pelajaran seperti ini memperkuat batinku, memperbesar kepercayaan kepada tuhanku karena Allah takkan menolong manusia yang tidak berusaha menolong dirinya sendiri. Usaha atau ikhtiar merupakan kewajiban manusia yang sekali-kali tidak boleh dihentikan selama dia hidup. Semoga Allah SWT menjadikanku sebagai manusia yang senantiasa dapat mengontrol ke-Aku-an dalam diriku sehingga aku dapat memandang dengan jelas bahwa kewajibanku adalah Mengabdi dan Menyembah Kepada Illahi Robbi. Amin…!.

Sumber :
- Rizal-Misna, 2008, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajara Yogyajarta, Yogyakarta
- Louis O. Katttsoff, 2004, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta
http://www.godsdirectcontact.or.id
http://www.hakikatmanusia.or.id

Kesalahan Terendah



Oleh: Syahrul


Akhir-akhir ini, nampak Raja Tikus sedang dilanda kegelisahan, tersebab banyak warga tikus terjerat dan tertangkap bangsa penjerat. Ia pun tidak habis pikir, kenapa ilmu dan ajian yang selama ini biasa digunakan tidak lagi ampuh untuk membuat para penjerat takluk di hadapan tikus. Sang Raja pun semakin murung ketika mengetahui dari sebagian warga yang tertangkap terdapat kerabat dekatnya. Untuk mengurangi rasa gelisahnya, sang raja tikus pun memerintahkan juru tulis istana untuk membuat undangan kepada seluruh kerabat dan punggawa agar hadir pada pertemuan hari berikutnya.

Pada hari yang telah ditentukan, para kerabat dan punggawa kerajaan nampak terlihat khusyuh memasuki aula pertemuan, dan raja tikus pun menggelar pertemuan dengan mengambil tema : “Rencana strategi (RENSTRA) khusus 2010” sebuah terobosan baru menghadapi para penjerat tikus.”

Sebelum ia terlanjur tenggelam dalam opininya, Raja tikus terlebih dahulu meminta saran dan pandangan dari sesepuh dan punggawa kerajaan.

Tikus 1:
“…Menurut hamba kita mesti mengadakan pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) ilmu sirep tingkat ke-12 kepada seluruh rakyat tikus, agar para penjerat tertidur ketika warga kita memasuki wilayah mereka.”

Tikus 2 :
“…setuju. Namun di samping itu, warga kita juga harus diberi bekal ilmu halimunan. Jika para penjerat kebal sirep, maka rakyat tikus akan segera menghilang dari kejaran para penjerat.”

Tikus 3 :
“…Kita harus mengirimkan upeti bulanan yang besar kepada para penjerat agar mereka senang dan tidak menguber-uber kita lagi, sebab mereka sudah merasa berutang. Memberi upeti….”

Tikus 4:
‘Interupsi !, Maaf yang mulia. Hamba tidak setuju dengan pendapat tikus 3, sebab itu berarti kita memposisikan diri sebagai bangsa terjajah. Kalau opsi ini yang diambil, maka saya akan menggalang kelompok baru dikalangan bangsa tikus yang menolak segala bentuk penjajajahan. Lebih dari sekitar seribu facebooker telah memberikan dukungan kepada saya untuk mendirikan Organisasi Tikus Merdeka (OTM)

Tikus 3:
“Mohon izin, Hamba lanjutkan yang mulia!. Memberi upeti, tidak berarti menempatkan bangsa tikus di bawah penjajahan bangsa penjerat. Malah, justru sebaliknya, kita yang menjajah para penjerat dengan menutup mata, telinga, dan nurani mereka secara terus menerus".

Tikus 5:
“Menurut hamba tahun 2010 nanti, kita mesti menggunakan cara-cara yang tidak biasa dalam menghadapi para penjerat. Aji sirep dan ilmu halimunan, telah dikenal para penjerat, sehingga sedikit banyaknya di antara mereka sudah ada yang memiliki ilmu penangkalnya. Analisa hamba, prioritas utama kita adalah bagaimana bisa membujuk sebanyak mungkin Warga Negara Penjerat (WNP) agar sudi menjadi Warga Negara Tikus (WNT) tanpa harus melepas status WNP, terutama para penjabat di sekitar kaisar penjerat. Buatkan mereka KTP gratis! Dan, jangan lupa, kita juga mesti menggaji wanita-wanita tercantik dari negeri tikus untuk menjadi gundik setiap penjabat penjerat yang mau menjadi WNT.”

Setelah puas mendengar penjelasan para kerabat istana raja tikus menutup pertemuan hari itu dengan instruksi dan himbauan. “ Pada hari ini saya mengeluarkan perintah harian kepada para pejabat bangsa tikus bahwa untuk menghadapi bangsa penjerat, kita harus menggunakan segala cara, baik cara biasa maupun yang tidak biasa. Kepada seluruh rakyat tikus, saya menghimbau agar lebih berhati-hati dalam melakukan perjalanan yang terbilang rawan. Gunakan terus jurus tiarap dan sembunyi agar semakin sedikit warga kita yang tertangkap oleh para penjerat dan terutama agar kedaulatan negeri tikus tetap terjaga. Saya mengerti dan memahami betul bahwa sebagai bangsa tikus, kita bukanlah malaikat. Kita juga tidak akan luput dari kesalahan-kesalahan, karena ini adalah kodrat. Demikian pertemuan hari ini, dan salam sejahtera untuk kita semua. Hidup bangsa tikus…!.

Sementara itu, nun jauh di Kekaisaran Penjerat, dalam satu rapat paripurna luar biasa di negeri penjerat, Kaisar Jerat tengah mendengarkan testimoni dan analisa para punggawa kekaisaran terkait kegagalan mereka dalam beberapa bulan terakhir ini memasung tikus besar ke Negeri Penjerat. Sementara, tidak jarang ada saja tikus raksasa yang lalu lalang di sekitar mereka, bahkan ikut-ikutan menjalankan proyek terselubung di negeri para penjerat tanpa sepengetahuan Kaisar. Kaisar mensinyalir, ada sebagian punggawanya yang “main mata” dengan pengusaha-pengusaha dari bangsa tikus
Sebelum ia terlanjur bersikukuh dengan pendiriannya, kaisar terlebih dahulu meminta saran dan pandangan dari tinesepuh dan punggawa kekaisaran.

Jerat 1:
“… Hamba maaf beribu maaf paduka yang mulia. Saya kira, para tikus sekarang ini sudah makin pandai menghindari kita. Ini tentunya merupakan kesuksesan pekerjaan gurunya. Jadi, sasaran kita pertama dan terutama adalah para guru. Kita harus mampu mengatur skenario induk untuk menangkap para guru tikus.”

Jerat 2:
“…Kami butuh gizi berlebih agar dapat lebih perkasa ketika berhadapan dengan para dedengkot tikus, terutama tikus kakap.”

Jerat 3 :
‘…Menurut analisa hamba bahwa tikus memiliki kemampuan bioteknologi yang luar biasa untuk mengubah warga kita menjadi tikus berwajah penjerat. Jadi, disamping kita harus memiliki dan menguasai teknologi untuk menangkal kemajuan mereka, kita juga perlu instrumen khusus untuk mengidentifikasi tikus berwajah penjerat".

Jerat 4 :
‘…Menurut saya masalah ini dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, faktor intern, Sudah terlalu banyak warga dari kalangan istana ini telah menjelma menjadi penjerat berhati tikus. Yang kedua faktor ekstern, banyak warga kerajaan ini telah “berselingkuh” dengan tikus, telah jamak MOU ditandatangani dengan bangsa tikus karena mereka merasa banyak kepentingan dan manfaat yang didapat warga hina penjerat dari bangsa tikus. Jadi, bagaimana pun usaha kita untuk mengkerangkeng para tikus, pasti ada saja warga kekaisaran ini yang siap membelanya."

Hati Kaisar Jerat pun sedikit tenang dan nampak puas dengan prognosa yang disampaikan oleh para sepuh dan punggawa istana. Dengan bijak, sang Kaisar pun bertitah " Wahai Rakyatku, mulai sekarang ini, perlu ada perbaikan sistemik-komprehensif dalam tubuh lembaga hukum kita, dan berusahalah memperkecil ruang kesalahan di sistem Negeri Jerat, serta yang paling penting, janganlah terlalu banyak memproduksi kesalahan. Kerja maksimal para penjerat, bukan pada menghilangkan kesalahan, tapi kesuksesannya terletak pada sejauh mana kita meminimalisir kesalahan. Manusia terbaik adalah manusia yang mampu merangkak, melayang, atau bahkan terbang melesat dari jurang terdalam kesalahannya, dan selanjutnya berusaha menebus kesalahan itu dengan kebaikan dan kemudian menjadikan hati nurani sebagai panglima dari pasukan tutur dan tingkah lakunya. Kita adalah Bangsa Mulia, yang terlahir untuk menjerat tikus, bukan untuk membiarkan atau bahkan bersahabat dengan tikus." Sebelum mengakhiri pertemuan, sang Kaisar pun tidak lupa mengajak semua yang hadir untuk berdoa agar senantiasa diberi kemampuan dan ketabahan dalam menghadapi invasi negeri tikus. Demikian Kaisar Jerat menutup pertemuannya dengan doa dan tawakal.

Sumber :
- Surat Kabar KOMPAS edisi Jumat, 4 Desember 2009
- Surat Kabar KOMPAS edisi Sabtu, 5 Desember 2009

Selasa, 01 Desember 2009

Awal dan Akhir

Oleh : Syahrul

Menurutku, Awal dan akhir merupakan bagian dari sebuah proses kehidupan. Kehidupan tidaklah harus makhluk hidup atau benda mati, tetapi sejatinya segala yang baik kita sadari ataupun tidak merupakan sebuah sub ranah kehidupan. Ontologi kehidupan pun tidak hanya sebatas kesadaran, dimana bila kita mati kehidupan kita pun akan berakhir. Namun kehidupan muncul sejak kita menyadari, bahwa diri kita adalah himpunan bagian dari semesta kehidupan. Episentrum masalahnya adalah dimanakah batas dari awal dan akhir pada sebuah kehidupan ?, Apakah Awal kehidupan berarti ketika alam raya diciptakan ?, atau apakah akhir kehidupan berarti pada saat alam semesta dihancurkan ?. Beragam pertanyaan inilah yang harus mendapat respon berimbang dari ruang akal kuatku

Aku sependapat dengan apa yang dikatakan Phytagoras bahwa segala sesuatu dalam alam raya tidak tertentu dan tidak menentu, baru setelah memiliki batas bentuk dan angka ia menjadi tentu dan pasti. sebuah batasan dimana keberadaan dan ketiadaan menjadi jelas untuk dipandang, sebuah keadaan yang dapat memicu pertanyaan apakah diri kita ada atau tiada. Kesemuanya itu tidak luput dari balik kemungkinan dan semua ilmu fakta yang ada menjadi fana, ataupun sebaliknya. Karena bila mimpi dan kenyataan bercampur, maka sang dunia pun tidak akan kuat menahannya.

Namun keraguan kembali menghampiriku dan mencoba menggerogoti argumen-argumenku seakan ingin meruntuhkan bangunan prognosa yang telah kubangun. Keraguanku hadir setelah membaca pendapat immanuel Kant yang dapat membuktikan bahwa dunia mempunyai permulaan, berikut salah satu kutipan pendapatnya : “Jika kita mengasumsikan bahwa dunia tidak mempunyai awal pada waktunya, lalu naik ke setiap momen yang selamanya telah berlalu, dan ada yang meninggal dunia dalam rangkaian yang tak terbatas atau berturut-turut. Rangkaian kenyataan diatas tidak pernah dapat diselesaikan melalui sintesis berturut-turut. Dengan demikian berarti bahwa tidak mungkin bagi dunia yang tak terbatas seri telah berlalu, dan menandakan bahwa itu merupakan awal dunia karena hal tersebut merupakan syarat yang diperlukan dunia keberadaan. Ini adalah titik pertama yang disebut bukti. Mengenai titik kedua, marilah kita lagi menganggap sebaliknya, yaitu, bahwa dunia adalah diberikan tak terbatas seluruh rekan-hal yang ada. Sekarang besarnya kuantum yang tidak diberikan pada intuisi [yaitu persepsi] seperti di dalam batas-batas tertentu, dapat dianggap hanya melalui sintesis bagian-bagiannya, dan totalitas hanya semacam kuantum melalui sintesis yang dibawa ke penyelesaian melalui penambahan berulang dari unit ke unit lain. Dan oleh karena itu, untuk berpikir secara komprehensif , dunia yang memenuhi semua ruang, sintesis berturut-turut dari bagian-bagian dunia yang tak terbatas harus dilihat sebagai sudah selesai, yaitu waktu yang tak terbatas harus dilihat sebagai telah berlalu dalam pencacahan dari semua hal yang ada. Bagaimanapun ini adalah mustahil. Agregat tak terbatas dari hal-hal aktual dengan demikian tidak dapat dipandang sebagai suatu keseluruhan, atau akibatnya seperti yang diberikan secara bersamaan. Dunia, berkenaan dengan perluasan di angkasa, tidak terbatas, tetapi tertutup dalam batas…” Demikian argumen pembuktian seorang Immanuel Kant tentang dunia mempunyai permulaan.

Dibalik keraguanku terbersit sinar keyakinan bahwa Awal dan akhir bukanlah suatu perbandingan jarak. Tapi lebih merupakan sebuah batasan pemikiran yang dianugerahkan oleh sang pencipta. Yang kadang menggiring kita melupakan hal yang sangat esensial dibalik kedua kata tersebut, yaitu semesta antara awal dan akhir. Antara awal menggapai akhir terdapat sebuah proses yang berulang. Siklus proses dimana sesuatu yang sudah terjadi terus berulang seperti putaran roda. Ya , itulah “roda kehidupan”. Dimana awal dan akhir sangat sulit dibedakan, dengan kala lain awal dari sesuatu menjadi akhir dari yang lain dan akhir dari yang lain merupakan awal dari sesuatu dan terus berulang tak terbatas ruang dan waktu. Dan yang harus menjadi sentral perhatian kita pada roda kehidupan adalah pusatnya (titik dimana roda tidak berputar). Jika kita ingin mengetahui penyebab sesuatu bergerak maka terlebih dahulu kita mempunyai bekal pengetahuan tentang apa yang menyebabkan sesuatu berhenti. Kita mesti tahu sesuatu yang kecil dulu, sebelum mengetahui sesuatu yang besar. Itulah rahasia dibalik titik dimana roda tidak berputar. karena arti titik yang sebenarnya adalah batasan antara keberadaan dan ketiadaan.

Jika difikir lebih jauh lagi, apa yang menyebabkan siklus kehidupan terus berulang ? apakah siklus tersebut bergerak secara otomatis ataukah ada kekuatan yang menggerakannya? kedua pertanyaan tersebut merupakan batasan pertanyaan yang ada. Yang jawabannya tertuju pada satu hal yang tidak bisa dielakkan. yaitu Sang Pencipta.

Ontologi manusia adalah sebuah batasan, karena sejatinya yang menentukan awal dan akhir adalah manusia itu sendiri. ketiadaan mereka hanyalah ilusi semata. Yang terselebung dari kepastian dan ketidakpastian adalah keraguan. Jadi sebenarnya manusia berfikir ada awal dan akhir ataupun sebenarnya tidak ada awal dan akhir. Itulah batasan, itulah keraguanku, itulah ontology berpikirku.

Sumber :
- Ahmad Tafsir, 2000, Filsafat Umum, PT Remaja Rosdakarya Bandung. Bandung
- Rizal-Misna, 2008, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajara Yogyajarta, Yogyakarta
- Louis O. Katttsoff, 2004, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta
- http://www.powermathematics.blogspot.com

Ketika Diriku tidak Mampu Bertanya

Oleh : Syahrul

Akhir - akhir ini, aku seperti terasing dengan diriku sendiri. Beragam seliweran fenomena yang sejatinya memicu banyak pertanyaan, tak lagi mendapat respon berimbang dari ruang akal kuatku. Semua informasi tertelan mentah-mentah tanpa filter apalagi berupa pertanyaan kritis. Sungguh, aku telah kehilangan daya untuk bertanya !


Aku yakin bahwa ini bukanlah salah lingkungan yang terlanjur mentahbiskan aku sebagai mata air jawaban bagi semua pertanyaan di sekelilingku. Menurutku, kebiasaan menjawab Tanya dan menjadi bagian solusi, tidaklan serta merta mematikan kesempatan dan potensi untuk melahirkan pertanyaan. Aku pun jadi risau!

Prasangka, sebagai salah satu informan terdekatku, segera hadir membawa jawaban atas kemasgulanku

Prasangka :
“ Saya mengira, ini akibat dari dampak lanjutan el Nino tahun ini. Elnino telah menggembosi tanaman pertanyaan di ladang nalar Tuan. Tanaman akhirnya banyak fuso, sehingga nalar menjadi tak berdaya untuk melakukan pekerjaan rutinnya : Merangkai huruf.
Kamus besar yang biasanya mengalami inflasi pertanyaan, pun menjadi kosong . Produksi pertanyaan lumpuh.Kondisi ini semakin mengokohkan eksistensi huruf sebagai koleksi sejarah sekaligus penjaga kesucian tanpa makna. “
Aku manggut-manggut mendengar prognosa prasangka . Ya, episentrum persoalannya mungkin ada di sekitar ladang nalar. Agar konklusi menjadi lebih lengkap saya segera menggelar rapat dengan elemen-elemen terdekat yang terkait masalah ini. Aku mengundang perwakilan mata, telinga, nalar, darah, pembuluh darah, lidah, bibir, dan hati untuk mendengarkan testimoninya dan hasil investigasi mereka. Karena elemen ini terdiri dari 8 unsur maka mereka saya sebut sebagai : “ Tim delapan”
Rapat pun dimulai, dan mata mendapat kesempatan pertama untuk mengemukakan pendapatnya.
Mata :
“…Siang hari, aku takut membuka penglihatan karena hantu-hantu perampok uang rakyat banyak yang gentayangan. Sementara malam hari, ketika ketakutan telah pergi, aku tidak bisa melihat dengan normal karena listrik selalu padam . Akibatnya yang salah aku lihat benar , dan yang benar aku lihat salah.”

Telinga :
“…sudah beberapa minggu ini, aku selalu menutup pintu pendengaranku. Saya takut dilapor anggodo ke polisi bodoh lantaran telah ikut mendengarkan rekaman percakapannya, pada saat persidangan terbuka Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu. Anggodo kuat, sementara aku tak lebih kuat dari seekor cicak. Disamping itu aku juga selalu menutup pendengaranku karena takut mendengar kabar lagi bahwa di negeri yang kaya raya ini masih ada orang yang meregang nyawa akibat busung lapar.”

Nalar :
“ …Energi pembangkitku menjadi tak berfungsi ketika ku gagal menemukan jawaban atas pertanyaan : Kenapa di negeri yang melimpah sumber daya alamnya ini, garam saja harus impor “

Pembuluh Darah :
“… Saya tidak bisa membuka jalan yang lebar bagi lancarnya distribusi darah ke nalar, tersebab di pingir-pinggir jalan sudah terlanjur padat dengan perumahan penduduk , sementara, aku alergi dengan gusur mengusur.”

Darah :
“… Aku tidak lancar mengirimkan sari-sari makanan ke nalar agar ia bisa berfungsi optimal karena aku selalu terjebak kemacetan di jalan raya. Bahkan, di jalan tol yang konon “ bebas hambatan “ pun , masih selalu ada antrian panjang kendaraan.“

Lidah :
“ …Aku tidak berani berkata-kata, takut dituding intervensi. Aku juga takut berkata jujur karena kalau terus terang maka aku akan segera menyusul rekan-rekanku masuk bui. Biarlah aku digelari pengecut !.”

Bibir :
“…Aku tidak berani membuka diri sebab aku takut lipstick yang aku kenakan menjadi luntur . Lunturnya lipstikku akan mengurangi manisnya janji-janji yang rajin aku ucapkan di depan khalayak . Ini tentu tak baik dan dapat mengurangi popularitasku.“

Hati :
‘…Menurutku, persolan ini seperti kirisis listrik yang terjadi di negeri kita. Episentrum masalahnya tidak saja terjadi pada sub system pembangkit, namun mulai dara pemasok bahan bakar, pilihan jenis bahan bakar, jenis pembangkit , maintenance pembangkit dan jaringan distribusinya, manajemen, regulasi hingga prilaku pengguna listrik . atau ringkasnya reformasi harus segera dilakukan total di semua lini dan tingkatan. Persoalan tidak berfungsinya lagi pabrik yang memproduksi Tanya, itu ada disemua system pertanyaan itu. Tidak cukup kalau hanya memperbaharui atau menambah atau mengganti pembangkit saja, tapi perlu perbaikan yang menyeluruh, terpadu, sistematis, dan terrencana. Aksi mogok kerja yang dilakukan mata, telinga, lidah dan bibir sebagai ekspresi keprihatinan , tentu kita mesti apresiasi sebagai buah demokrasi yang sedang mekar. Tetapi, kalau demokrasi berbuah terlalu lebat, itu malah kontraproduktif terhadap tingkat stabilitas system secara komprehensif .“

Aku bangga bercampur haru mendengar keterangan anggota Tim delapan. Setelah menyimak dengan seksama semua penuturan mereka aku menutup pertemua ini dengan satu kesimpulan bahwa perlu ada perbaikan secara menyeluruh di semua subsistem terkait dengan matinya pertanyaan. Bola sekarang ada di kakiku. aku tidak akan mengoper nya lagi, karena aku telah berada di depan gawang dan siap mencetak gol.

Aku bersyukur memilki tim delapan yang mampu berkata jujur ,Walaupun pahit . Mari kita berdoa kepada yang maha Kuasa, semoga makin banyak orang di begeri ini yang mampu membangun istana kejujuran di dalam mahligai kehidupan mereka sehingga cita-cita untuk menciptakan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sosial, tidaklah sebatas impian. Amin…



Sumber :

- Surat Kabar KOMPAS edisi Jumat, 27 November 2009
- Surat Kabar KOMPAS edisi Sabtu, 28 November 2009
- www.powermathematics.blogspot.com