Minggu, 23 Januari 2011

KISAH LA BALAHEWU


Oleh: Syahrul

Kisah Labalahewu merupakan salah satu sastra lisan masyarakat Baruta. Sebuah kisah yang selalu diceritakan para orang tua sebagai pengantar tidur atau pengisi waktu luang anak-anaknya. Suatu cerita yang mengisahkan perjuangan sesosok manusia dalam mempertahankan hidupnya dari gangguan sang raksasa. Sang raksasa bernama Wakinakinamboho suka menyantap daging manusia. Untuk jelasnya ikuti cerita di bawah ini.

Pada suatu hari datanglah sebuah armada di tanah Baruta, armada tersebut berasal dari daerah Nusa Tenggara yang terdiri dari 6 laki-laki dan 1 perempuan, mereka mendarat dan berlabuh di sebuah pelabuhan kecil bernama WAMAGOTE, mereka hidup menangkap ikan dengan menggunakan sebuah perangkap ikan dari anyaman bambu yang disebut “bubu”. Mereka hidup dan menjadikan gua sebagai tempat tinggalnya, Gua pertama yang mereka tempati adalah Gua Wakansoha, Gua tersebut masih bisa kita saksikan keberadaannya yang terletak di desa Baruta tepatnya berada di bagian atas sumur umum Desa Baruta. Nama gua Wakansoha diambil dari nama perempuan yang menjadi bagian dari cerita ini.

Para anggota armada tersebut hidup rukun dan saling menyayangi serta saling menjaga dari segala gangguan dan ancaman, hingga suatu hari terdengarlah kabar tentang kedatangan seorang perempuan raksasa yang bernama WAKINAKINAMBOHO. Raksasa tersebut kerap menjadikan manusia sebagai santapannya, tidak hanya besar tubuhnya, akan tetapi sakti juga orangnya, ia hidup dan menjadikan pohon besar sebagai rumahnya. Mendengar kabar tersebut maka takutlah semua anggota armada ini, mereka pun mulai terpencar dan bersembunyi dari kejaran sang raksasa. Satu demi satu mereka berhasil ditangkap dan mati dimakan sang raksasa, sehingga tinggallah seorang perempuan dan seorang laki-laki yang tersisa, perempuan tersebut bernama Wakansoha dan yang laki-laki bernama La Balahewu. Hingga pada suatu hari persembunyian mereka diketahui oleh sang raksasa, Wakansoha pun tertangkap sedangkan La balahewu tak kuasa melawan raksasa dan memilih menyelamatkan diri dengan bersembunyi di dalam hutan. Sang raksasa pun senang dan ingin menjadikan Wakansoha sebagai santapannya, menyadari hal itu maka bergetarlah tubuh Wakansoha karena ketakutan, namun Wakansoha tidak kehabisan akal, ia pun berkata kepada raksasa. “Nek…... janganlah saya dijadikan santapan, lebih baik saya dibiarkan hidup dan menjadi abdi yang akan mengurus semua kebutuhan dan keperluan nenek”. Mendengar itu sang raksasa pun termenung memikirkan ucapan wakansoha, “mungkin ada benarnya ucapan anak ini…, kalau saya biarkan hidup, mungkin dia akan lebih berguna”. Setelah merenung sejenak, sang raksasa pun berkata “Baiklah…, saya tidak akan memakanmu, tapi kau akan saya jadikan sebagai budakku yang akan mengurus dan melayaniku”. Mendengar ucapan sang raksasa, maka senanglah hati Wakansoha karena tidak jadi dimakan sang raksasa. “Terima kasih Nek…, Saya akan mengabdikan hidup saya untuk melayani nenek”. Sejak hari itu, Wakansoha mulai mengurus segala kebutuhan sang raksasa, mulai dari menyediakan air sampai membersihkan rumah.

Pada suatu hari ketika Wakansoha sedang mencarikan kutu rambut sang raksasa, Wakansoha pun dengan cerdik bertanya pada sang raksasa. “Nek…, apa yang engkau takuti di dunia ini, supaya ketika dia ada di sini maka saya akan mengusirnya”. Sang raksasa pun berkata, “Ha ..ha..ha, tidak ada yang saya takuti di dunia ini kecuali Ku’u-ku’usi (sejenis serangga yang hidup di pohon)”. Mendengar jawaban itu, Wakansoha pun senang karena telah mengetahui kelemahan sang raksasa. Ia pun mempunyai niat untuk membunuh sang raksasa. Wakansoha lalu berusaha membuat sang raksasa tertidur dengan meninabobokannya dan menyanyikan lagu agar sang raksasa cepat tertidur. Setelah beberapa lama maka sang raksasa pun tertidur. Melihat itu Wakansoha pun dengan cepat mengikat rambut panjang sang raksasa pada cabang-cabang kayu besar. Setelah rambut sang raksasa terikat kuat pada cabang-cabang kayu, maka ia pun turun dari pohon tersebut dan pindah pada pohon lain, dan berteriak kuukuusi……, kuukuusi……, ia bersuara menirukan suara belalang yang ditakuti sang raksasa. Mendengar itu sang raksasa pun terbangun ketakutan dan ingin melarikan diri dari pohon yang ditempatinya, tapi karena rambutnya terikat kuat pada cabang pohon, ia pun terbangun namun terjatuh kembali di tempat tidurnya, beberapa kali ia berusaha bangun namun beberapa kali pula ia terjatuh dan terluka karena kepalanya terbentur mengenai cabang kayu yang dijadikan sebagai bantal. Akhirnya sang raksasa pun mati karena luka di kepalanya. Setelah melihat hal tersebut maka Wakansoha pun senang dan riang hatinya karena ia telah berhasil membunuh raksasa yang selama ini telah membunuh teman-temannya. Lalu, ia pun berusaha mencari La Balahewu yang melarikan diri ke hutan dan mengabarinya tentang kematian sang raksasa. Setelah sekian lama maka bertemulah kedua insan ini dan berjanji untuk hidup membentuk keluarga. Dari hasil perkawinan mereka, maka lahirlah anak-anak mereka yang bernama La Kila, Samparaja, Bibito, La Use, La Luulu, La Guncu, dan La Korempasa. Nama-nama tersebut biasa disebut pada upacara memohon hujan pada masyarakat Baruta karena nama-nama anak tersebut merupakan unsur dan pembentuk hujan. Konon ketujuh anak tersebutlah yang melahirkan nenek moyang masyarakat Baruta.

Demikian kisah ini mudah-mudahan bermanfaat dan menghibur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar