Jumat, 25 Desember 2009

BILANGAN MENGATUR ALAM SEMESTA

(Sebuah Kajian Metafisika tentang Keberadaan Sebuah Angka)
Oleh ; Syahrul


“Apabila bilangan mengatur alam semesta, Bilangan adalah kuasa yang diberikan kepada kita guna mendapatkan mahkota, untuk itu kita menguasai bilangan.
If “Number rules the universe, Number is merely our delegate to the throne, for we rule Number.”
Pythagoras



Pertanyaan Thales tentang “apa sebenarnya bahan alam ("arche" = ) semesta ini?”, ternyata telah “menggelitik” hati-hati para pemikir untuk ikut merenungkannya. Maka lahirlah beragam pendapat dan pandangan tentang persoalan ini, Thales mengusulkan air, Anaximandros menjawab dengan yang tak terbatas, Demokritos memberi sanggahan bahwa atomlah yang menyusun alam semesta ini, Anaximenes mensinyalir bahwa udara yang menjadi stuff alam raya ini, Heraklitos tidak mau kalah dan memberikan jawaban bahwa bahan dasar semesta ini berasal dari api. Empedokles dengan bijak menggabungkan semuanya dan menjawab api-udara-tanah-air.

Dari beragam seliweran pandangan pertanyaan mendasar di atas, muncul pula pemikiran seorang tokoh dengan jawabasn yang sulit dicerna dengan indera yaitu angka. Tokoh itu adalah Phytagoras. Ya…,Pythagoras (580-500 SM) percaya bahwa angka bukan unsur seperti udara, api dan air yang banyak dipercaya sebagai unsur semua benda. Angka bukan anasir alam. Phytagoras berargumen bahwa segala sesuatu dalam alam raya tidak tertentu dan tidak menentu, baru setelah memiliki batas bentuk dan angka ia menjadi tentu dan pasti.

Kaum Phytagorean (pengikut phytagoras) menganggap bahwa pandangan Anaximandros tentang to Apeiron dekat juga dengan pandangan Phytagoras. To Apeiron melepaskan unsur-unsur berlawanan agar terjadi keseimbangan atau keadilan (dikhe). Pandangan Phytagoras mengungkapkan bahwa harmoni terjadi berkat angka. Bila segala hal adalah angka, maka hal ini tidak saja berarti bahwa segalanya bisa dihitung, dinilai dan diukur dengan angka dalam hubungan yang proporsional dan teratur, melainkan berkat angka-angka itu segala sesuatu menjadi harmonis, seimbang. Dengan kata lain tata tertib terjadi melalui angka-angka.

Phytagoras (560-480 SM) adalah seorang filsuf dan matematikawan yang dikenal sebagai pendiri sekolah filsafat yang bertahan hingga 200 tahun lamanya, serta berpengaruh kuat terhadap perkembangan pemikiran Yunani. Meski sejarah kehidupan Pythagoras sangat sedikit diketahui, diyakini dia pernah belajar matematika di mesir dan Babilonia. Dia lahir di Samos kemudian menetap di Croton, Italia. Di Croton ini dia mendirikan sekolah filsafat dan mendirikan mazhab pemikiran yang disebut mazhab Pythagorean. Pemikiran filsafat terpenting mazhab Pythagorean adalah bahwa bilangan adalah segalanya. Bilangan tersebut terdiri atas bilangan genap dan ganjil, bilangan terbatas dan tak terbatas.

Phytagoras juga mengemukakan beberapa prinsip lain yang saling berlawanan, seperti gerak dan diam, terang dan gelap, lurus dan bengkok, baik dan jahat, laki-laki dan perempuan, kanan dan kiri, bujur sangkar dan empat persegi panjang. Pythagoras percaya bahwa seluruh fenomena alam dapat dijelaskan melalui istilah yang terdapat pada bilangan yang saling berkaitan. Dengan kata lain, bilangan ditempatkan sebagai penanda alam atau simbol. Bilangan enam misalnya, selain dianggap bilangan sempurna, juga dianggap memiliki nilai mistis. Pada bidang matematika, apa yang dimaksud dengan bilangan sempurna adalah bilangan yang apabila faktor-faktornya dijumlahkan hasilnya sama dengan bilangan itu sendiri. Misalnya bilangan 6, faktor-faktornya adalah 1,2 dan 3, dan apabila dijumlahkan (1+2+3) hasilnya akan sama dengan 6. Bilangan sempurna seperti angka enam tersebut selain memiliki nilai mistis, dipercaya sebagai simbol keseimbangan.

Pengaruh pemikiran mistis Phytagoras dapat dijumpai pada karya Saint Augustine dalam bukunya The City of God. Augustine menyebutkan bahwa bilangan enam itu sempurna dengan sendirinya, bukan karena Tuhan menciptakan alam semesta dalam enam masa. Karena bilangan enam adalah bilangan sempurna maka ia dipilih Tuhan untuk masa penciptaan alam. Demikian kata Saint Augustine (354-430): Six is a number perfect in itself, and not because God created all things in six days; rather^ the converse is true. God created all things in six days because the number is perfect...

Meskipun pemikiran filsafat bilangan Pythagoras ini kurang memuaskan dalam memberi penjelasan letak kesalinghubungan antar bilangan yang menjadi penanda alam dengan realitas alam itu sendiri, namun pengaruh pemikiran bilangan sebagai simbol yang dihubungkan dengan fenomena alam, khususnya untuk studi metafisika dan hermeneutika (studi tentang teks kitab suci) memiliki pengaruh yang kuat hingga saat ini. Pengaruh ini dapat dijumpai misalnya, dalam dunia kosmologi yang dalam studi mutakhir memperkirakan bahwa bentuk geometri alam semesta berasal dari konstruksi bilangan enam.

Penjelasan yang paling mutakhir mengenai bentuk geometri kosmos dapat dijumpai pada karya Von Martin Rees, dalam bukunya Just Six Numbers: The Deep Forces That Shape the Universe yang diluncurkan pada bulan Mei 2001. Filsafat bilangan Pythagoras pada awal perkembangannya tampak masih steril atau tidak memiliki pengaruh yang berarti bagi usaha menjelaskan fenomena alam. Namun keyakinan Phytagoras tentang kedudukan matematika sebagai pintu utama untuk membedah rahasia alam banyak mendapat dukungan. Selain sebagai penggagas filsafat bilangan, Phytagoras juga dikenal baik sebagai penemu hukum geometri atau teorema yang berguna untuk menentukan panjang sisi miring dalam segitiga. Panjang sisi miring (hipotenusa) pada segitiga siku-siku menurut teorema Phytagoras ditentukan oleh perhitungan akar dari penjumlahan hasil kuadrat dari kedua sisi yang lain. Teorema yang sederhana ini berlaku umum dan menjadi dasar perkembangan geometri Non-Euclid. Teorema Pythagoras ini juga menjadi inspirasi awal baik bagi Einstein dalam menyusun teori relativitas umum maupun bagi seluruh fisika modern yang mencoba menyusun teori terpadu melalui manifestasi ruang-waktu geometri.

Pemikiran Pythagoras lainnya yang tidak bisa dilupakan adalah gagasan mengenai jagat raya bersifat harmoni (cosmos} atau tidak kacau (chaos}. Dalam hal keharmonisan alam, mazhab Pythagorean merujuk pada teorinya bahwa keharmonisan alam memiliki kesesuaian dengan harmoni pada musik. Menurut Pythagoras, harmoni suara musik ditentukan oleh pengaturan interval dari panjang pendeknya senar. Konsep keharmonisan suara ,musik ini kemudian dijadikan prinsip umum untuk menjelaskan gagasan tentang keharmonisan jagat raya dan semua gerakan planet menyuarakan suara harmoni yang mewakili perbedaan notasi musik. Teori ini kemudian disebut harmony of the spheres (sumber : Fisika Untuk Semua ). Pencetus sekaligus penguasa nisbah dan segitiga

Masa kecil Pythagoras lahir di pulau Samos, Yunani selatan sekitar 580 SM (Sebelum Masehi). Dia sering melakukan perjalanan ke Babylon, Mesir dan diperkirakan pernah sampai di India. Di Babylon, teristimewa, Pythagoras menjalin hubungan dengan ahli-ahli matematika. Setelah lama menjelajah pulau kecil, Pythagoras meninggalkan tanah kelahirannya dan pindah ke Crotona, Italia. Diperkirakan Pythagoras sudah melihat 7 keajaiban dunia (kuno), dimana salah satunya adalah kuil Hera yang terletak di kota kelahirannya. Sekarang, kuil Hera sudah runtuh dan hanya tersisa 1 pilar yang tidak jauh dari kota Pythagorian (namanya dipakai untuk mengenang putra terbaiknya). Menyeberangi selat dan beberapa mil ke utara adalah Turki, terdapat keajaiban lain yaitu: Ephesus.

Pythagoras adalah anak Mnesarchus, seorang pedagang yang berasal dari Tyre. Pada usia 18 tahun dia bertemu dengan Thales. Thales, seorang kakek tua, mengenalkan matematika kepada Pythagoras lewat muridnya yang bernama Anaximander, namun yang diakui oleh Pythagoras sebagai guru adalah Pherekydes. Pythagoras meninggalkan Samos pada tahun 518 SM. Tidak lama kemudian dia membuka sekolah di Croton yang menerima murid tanpa membedakan jenis kelamin. Sekolah itu menjadi sangat terkenal bahkan Pythagoras akhirnya menikah dengan salah satu muridnya. Gambaran rinci tentang Pythagoras tidak terlalu jelas. Dikatakan setelah itu, dia pergi ke Delos pada tahun 513 SM untuk merawat penolong sekaligus gurunya, Pherekydes. Pythagoras menetap di sana sampai dia meninggal pada tahun 475 SM. Sepeninggalnya, sekolah Croton berjalan terseok-seok dan banyak konflik internal, tetapi dapat terus berjalan sampai 500 SM sebelum menjadi alat politik. Bagaimana Pythagoras menciptakan kultus terhadap angka? Angka adalah “dewa” Matematika dan “mitos-mitos” palsu tentang angka tidak dapat dipisahkan. Setiap angka adalah simbol atau melambangkan sesuatu yang terkait dengan metafisik adalah hal lumrah di Cina. Pythagoras pun tidak luput dari “perangkap” mitos tentang angka. Dia mengajarkan bahwa: angka satu untuk alasan, angka dua untuk opini, angka tiga untuk potensi, angka empat untuk keadilan, angka lima untuk perkawinan, angka tujuh untuk rahasia agar selalu sehat, angka delapan adalah rahasia perkawinan. Angka genap adalah wanita dan angka ganjil/gasal adalah pria. “Berkatilah kami, angka dewa,” adalah kutipan dari para pengikut Pythagoras yang memberi perlakuan khusus terhadap angka empat,”yang menciptakan dewa-dewa dan manusia, O tetraktys suci yang mengandung akar dan sumber penciptaan yang berasal dari luar manusia. Jika kita memulai dengan angka 1 dan kemudian menambahkan angka-angka ganjil 3, 5, dan seterusnya dalam susunan pasukan perang, maka kita akan mendapatkan bujur sangkar, sedangkan angka 2 dan angka-angka genap 4, 6, dan seterusnya akan membentuk persegi panjang. Bentuk-bentuk geometri tersebut memperkuat pandangan Phytagoras bahwa kenyataan memang angka. Berkaitan dengan peraturan yang dijalankan oleh kaum Phytagorean kita dapat memahami bahwa pada dasarnya peraturan-peraturan itu baik dan masuk akal. Contoh: kalau bangun tidur tidak boleh meninggalkan bekas di tubuh, hal ini mengajarkan agar orang selalu menjaga kerapian; tidak mengobarkan bara dengan besi, jelas bahwa besi merupakan konduktor yang baik, bisa dipastikan tangan orang yang mengobarkan bara dengan besi akan melepuh karena panas yang dihantarkan oleh besi. Peraturan-peraturan ini juga bisa dipandang dengan metafora, misalnya: tidak memotong-motong roti, maksudnya agar tidak memisahkan diri dari kelompok. Tentang harmoni yang terjadi berkat angka tampak jelas dalam musik. Tinggi rendahnya suara suatu alat musik (biola, piano, dan sebagainya) selalu sebanding dengan panjang pendeknya tali. Dawai sendiri selalu mempunyai ukuran tertentu yang dapat dikatakan dengan bilangan. Ukuran (dalam bilangan) suatu dawai menentukan kualitas suaranya. Disinilah tampak bahwa bilangan itu sungguh menentukan suara.

Dalam susunan ini titik-titik ini bila segala sesuatu adalah angka maka titik-titik ini merupakan kumpulan angka yang sempurna. Jumlahnya sepuluh, namanya Tetraktys. Penemuan ini dihasilkan dengan membagi tali monochord (alat musik yang mempunyai satu tali saja), lalu membandingkan ukuran bagian-bagian tali dengan nada-nada yang dikeluarkan. Contoh : penemuan oktaf, kuint, kuart dalam bidang musik. Oktaf adalah perbandingan 1 dan 2. Kuint adalah perbandingan 2 dan 3. Kuart adalah perbandingan 3 dan 4. Jadi yang menentukan perbandingan ukuran tersebut adalah ke-4 angka pertama, yaitu 1, 2, 3, dan 4, sehingga Tetraktys yang terdiri dari angka 1, 2, 3, dan 4 merupakan angka-angka istimewa, membentuk segitiga ilahi. Kaum Phytagorean menganggap bilangan ini sebagai sesuatu yang keramat dan konon mereka bersumpah demi

Pemikiran Mistisme Intelektual
Doktrin perpindahan jiwa disebut Metapsikosis (methapsychosis). Apabila jiwa abadi dan apabila ia berpindah antar pribadi dan jenis makhluk hidup lainnya, maka hal-hal tertentu akan mengikutinya. Jiwa dipercaya mempunyai ingatan dan kesadaran. Jiwa bersifat individual. Kalau hidupnya baik, sesudah mati ia akan memasuki badan yang lebih mulia. Sebaliknya, bila hidupnya buruk, sesudah mati ia akan memasuki badan yang lebih hina. Misalnya, pada makhluk yang membunuh dan memangsa kita mungkin membunuh jenis kita sendiri, bahkan teman-teman dan sanak saudara kita terdahulu. Karena hal ini, kaum phytagorean mengembangkan seperangkat penjelasan yang luas mengenai makhluk-makhluk pembunuh dan pemangsa serta sejumlah larangan yang dirancang untuk memperkokoh dan mempertahankan kemurnian jiwa. Dengan menyucikan dirinya, jiwa bisa diluputkan dari nasib reinkarnasi itu. penyucian itu dihasilkan dengan mempraktekan Filsafat (dan ilmu pengetahuan pada umumnya), dan mengikuti berbagai macam peraturan diantaranya :
- Tidak makan buncis
- Tidak memotong-motong roti
- Tidak mengobarkan bara dengan besi
- Tidak menyentuh ayam jago putih
- Tidak makan hati
- Tidak bercermin di dekat lampu
- Kalau bangun tidur tidak boleh meninggalkan bekas di tubuh
- Kalau mengangkat panci dari api kembalikan abunya
- Jangan biarkan burung walet bersarang di langit-langit rumah
- Jangan terlenakan oleh gelak tawa yang tak terkendali

Pemikiran Kosmologi

Menurut teori Phytagorean tentang susunan kosmos, untuk pertama kalinya dinyatakan bahwa bukan bumi yang merupakan pusat jagat raya. Menurut Mazhab Phytagorean pusat jagat raya adalah api (Hestia). Hestia sebenarnya berarti Perapian, Tungku. Sebagaimana perapian sebagai pusat rumah, demikian juga api merupakan pusat jagat raya.Yang beredar disekitar api sentral itu berturut-turut : Kontra bumi (antikhton), Bumi, Bulan, Matahari, kelima planet (merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus) dan akhirnya Langit dengan bintang-bintang tetap. Kita tidak melihat api dan kontra bumi, sebagaimana juga bagian bulan yang tidak berhadapan dengan kita tetap berpaling dari bumi. Dengan kata lain, dalam revolusinya sekitar api sentral, bumi mengadakan rotasi sekeliling sumbunya sendiri. Matahari dan bulan memantulkan api sentral. Gerhana-gerhana terjadi apabila bumi dan kontra bumi menggelapkan api sentral. Para pemikir Yunani dikemudian hari menyamakan api sentral dengan matahari, sehingga kaum Phytagorean dalam bidang kosmologi menganut pendirian Heliosentrisme. Seperti diketahui, baru Copernicus (1473 – 1543) akan menemukan kembali teori Heliosetris dan ia sendiri tidak menyembunyikan bahwa ia mengenal Mazhab Phytagorean.
Salah satu peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras karena ia lah yang pertama membuktikan pengamatan ini secara matematis.

Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur dalam siklus beritme. Ia percaya keindahan matematika disebabkan segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan bilangan. Ketika muridnya Hippasus menemukan bahwa hipotenusa dari segitiga siku-siku sama kaki dengan sisi siku-siku masing-masing 1, adalah bilangan irasional, Pythagoras memutuskan untuk membunuhnya karena tidak dapat membantah bukti yang diajukan Hippasus

Kaum phytagorean sangat berjasa dalam meneruskan pemikiran-pemikiran Phytagoras. Semboyan mereka yang terkenal adalah “authos epha, ipse dixit” (dia sendiri yang telah mengatakan demikian). Kaum ini diorganisir menurut aturan-aturan hidup bersama, dan setiap orang wajib menaatinya. Mereka menganggap filsafat dan ilmu pengetahuan sebagai jalan hidup, sarana supaya setiap orang menjadi tahir, sehingga luput dari perpindahan jiwa terus-menerus. Diantara pengikut-pengikut Phytagoras di kemudian hari berkembang dua aliran. Yang pertama disebut akusmatikoi (akusma = apa yang telah didengar; peraturan): mereka mengindahkan penyucian dengan menaati semua peraturan secara seksama. Yang kedua disebut mathematikoi (mathesis = ilmu pengetahuan): mereka mengutamakan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pasti.

Demikian pemikiran seorang phytagoras, yang telah ikut meletakkan fondasi jagad peradaban, sosok filosof yang mendewakan angka. Pemikirannya telah menyibak tirai rahasia bilangan, pintu “Rahasia Tuhan” pun sedikit terkuak dan tertularkan pada manusia, cahaya angka telah menerangi jalan gelap peradaban. Berkas sinarnya telah menyinari jalan seorang Saint Augustine dalam berfilsafat, Argumennya telah mengilhami seorang Von Martin Rees dalam geometri kosmosnya, juga menjadi dasar perkembangan geometri Non-Euclid. Teoremanya telah menjadi inspirasi awal bagi Einstein dalam menyusun teori relativitasnya. Berkat pemikirannya, generasi-generasi sesudahnya, merasa mampu memandang jelas rahasia-rahasia alam, dan mempunyai bekal cukup untuk melanjutkan upaya menterjemahkan dan menganalisa fenomena-fenomena alam lainnya.
Terima kasih!.

Sumber Referensi:
- Ahmad Tafsir, 2000, Filsafat Umum, PT Remaja Rosdakarya Bandung. Bandung
- Rizal-Misna, 2008, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajara Yogyajarta, Yogyakarta
- Louis O. Katttsoff, 2004, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta
- Ishak abdulhak, 2001, Filsafat Ilmu Pendidikan, Rosda, Yogyakarta.
- Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 1996, Filsafat Ilmu, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta
- Noeng Muhadjir, 2001, Filsafat Ilmu, PT. Rake Sarasin. Yogyakarta
- http://www.powermathematics.blogspot.com
- http://nov4n.ngeblogs.com/2009/10/25/phytagoras/
- http://dpenga.blogspot.com/2008/10/phytagoras.html
- http://apiqquantum.wordpress.com/tag/phytagoras/
- http://mriyadhbean.blogspot.com/2008/06/all-about-phytagoras.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar