Minggu, 27 Desember 2009

“TERNYATA, PANGLIMA ITU ADALAH SEBUAH KATA”

Oleh : Syahrul
NIM : 09709251031


Kelik Kwalik (KK) “aktivis” Organisasi Papua Merdeka (OPM), jadi salah satu berita besar sepanjang akhir pekan ke- 3 Desember ini . Ia tewas setelah melakukan perlawanan pada saat akan ditangkap aparat keamanan, Rabu, 16 Desember lalu.

Tahun 1996, KK memimpin penculikkan dan penyanderaan terhadap belasan peneliti asing di Mapenduma, sekitar 160 km dari Wamena, Jayawijaya, Papua tahun 2002. Ia memimpin serangkaian penembakan di areal PT. Freeport Indonesia.( FI) di Timika. Beberapa tersangka penembakan di areal PT. FI tahun 2009 ini, juga mengaku diperintah KK.

Sekiranya KK tetap menjalani profesinya sebagai seorang guru di Sekolah Menengah milik Yayasan Katolik di daerah Waena, Jayapura. Mungkin ia tidak akan bernasib tragis. Persoalannya, ia memilih membangun Papua dengan jalan kekerasan bersenjata. Ia mengajak, mempengaruhi, dan mengajarkan orang-orang tentang cara menembak dan meneror warga lain yang tak sehaluan . Akibatnya, KK terpaksa harus berhadapan dan tewas di tangan aparat keamanan.

Kalau saja KK hanya sebatas pengikut atau simpatisan OPM, mungkin beritanya akan sayup-sayup. Bahkan, boleh jadi akan tak terelus media. Namun, KK bukanlah “aktivis” biasa. Ia seorang “godfather”. Ya, ia seorang panglima!. Panglima Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka wilayah Timika.

Karena ia seorang panglima maka tewasnya KK pun menjadi sebuah berita besar. Pada hari yang sama, di belahan bumi lain, seorang panglima tertinggi sindikat narkoba bernama Beltrand Leyva, tewas dalam, sebuah insiden tembak menembak dengan aparat keamanan Meksiko.

* * *

Panglima adalah sebuah posisi dan/atau jabatan puncak. Ia merupakan sebutan terhormat sekaligus membanggakan, khususnya di kalangan pengikut-pengikutnya. Semakin besar basis pengikut dan wilayah kekuasaannya, semakin terhormat, bergengsi, dan disegani pula seorang panglima.

Membuka kembali penggalan-penggalan lepas peristiwa yang terselip dalam arsip sejarah. Panglima memiliki makna yang agung. Ia identik dengan lelaki perkasa, gagah berani, tidak gampang menyerah, memiliki banyak pengikut bersenjata dan menjadi symbol kekuatan psikologis para pengikutnya. Lantaran posisinya yang terhormat ini, jejak-jejak penting para panglima tercatat dengan tinta emas dalam lembaran sejarah umat manusia.

Tengoklah ke masa lalu!. Dalam kosmos sejarah internasional, ada sederet nama terkenal, seperti: Daud –Sang panglima perang Taluth ketika melawan raja Jaluth–, Khalik bin Walid, Thariq bin Ziyad, Jenderal Rommell (Singa Padang Pasir), George Washington, Jenderal Mac Arthur, Hulaghu Khan (Penakluk Negeri seribu satu malam), dan masih banyak lagi.

Di belantara sejarah tanah air, nama-nama seperti Panglima Polim, Pangeran Diponegoro, Kapitan Pattimura, Tuanku Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Jenderal Sudirman, merupakan sederet tokoh yang akan selalu dikenang sejarah sebagai seorang panglima perang dan pemberani yang pernah dimiliki negeri ini.

Merunut jejak-jejak sejarah tersebut, menjadi terang benderanglah bahwa awalnya, panglima identik dengan seorang tokoh Militer yang memimpin banyak pasukan bersenjata. Namun dalam perkembangannya panglima tidak lagi hanya dipakai untuk menyebut seorang tokoh pemimpin angkatan perang.

Kenapa?, Panglima itu ternyata, adalah sebuah kata yang lebih luas maknanya dari pada seorang tokoh an sich, dalam kapasitasnya dalam sebuah kata, ia mesti tunduk di bawah rule of the game masyarakat penuturnya. Ia bukan lagi monopoli abadi milik seorang tokoh angkatan perang. Ia milik unsur apa saja yang disepakati para penuturnya.

Sebagian penutur asli bahasa Indonesia, telah memelopori pemekaran makna Panglima menjadi : sebuah entitas terdepan yang mesti diikuti. Ini dapat disimak dalam berbagai cuplikan kalimat, antara lain: “Kasus Korupsi yang merajalela di negeri ini adalah buah dari kebijakkan pemerintah yang menempatkan pembangunan ekonomi sebagai panglima, dan memposisikan aspek moral sebagai pengikut, dalam paradigma pembangunan nasional.”

Dalam merezim makna ini, semua objek –imajiner maupun nyata– bisa jadi Panglima. Telunjuk, dapat dikatakan sebuah Panglima, kalau telunjuk menjadi objek yang selalu diikuti. Kata hati, juga bisa ditempatkan sebagai panglima yang menuntun kita dalam pengambilan keputusan. Akhlak baik, akhlak buruk, emosi, dan bahkan syahwat kekuasaan, pun sekonyong-konyong bisa menjadi Panglima. Kalau ensitas tersebut selalu menjadi rujukkan dalam keseharian seseorang.

Fenomena lain, keberadaan slogan, moto, semboyan, iklan, dan lain-lain telah menobatkan dirinya menjadi panglima buat pembacanya. Setelah membaca sebuah slogan, banyak manusia kemudian berubah pikiran dan terseret ke dalam ombak nilai sebuah slogan tersebut. “Time is Money” contohnya, karena pengaruh semboyan ini, terciptalah suatu pemikiran untuk selalu berusaha memanfaatkan waktu yang ada untuk uang. Segala aktifitas manusia pun hanya berorientasi pada uang. Dari hanya sebuah kata, telah menjelmakan dirinya menjadi seorang panglima, yang menggiring opini, pendapat, dan pikiran manusia –layaknya panglima– untuk berbuat seperti yang terkandung dalam nilai sebuah kata tersebut. Sekali lagi, sebuah kata telah menjadikan dirinya panglima buat manusia.

Francis Bacon menyerukan bahwa “Knowledge is Power”, melahirkan suatu pandangan bahwa kata itu bukan lagi sekedar mitos, melainkan sudah menjadi etos, telah melahirkan corak dan sikap pandang manusia yang menyakini kemampuan rasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan masa depan, dan dengan optimismenya, berinovasi secara kreatif untuk membuka rahasia-rahasia alam.

Yang menjadi problem adalah apabila syahwat korupsi misalnya, menjadi panglima dalam upaya pemberantasan kemiskinan dalam Negara. Logika dan akal sehat akan jungkir balik. Hati nurani akan meratap. Undang-undang pun akan menjadi pasal-pasal karet yang bias dan tak adil bagi rakyat kecil. Inikah yang terjadi di negeri ini?. Wallahu a’llam bi sawab.

Pada akhirnya kita bicara tentang pilihan: memproduksi pikiran atau mengkonsumsinya. Bersungut-sungut terhadap situasi kebudayaan kita di sini, atau bekerja memajukan pikiran bebas. Semuanya adalah fungsi dari kehendak.

Daftar Referensi :
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM,2007, Filsafat Ilmu, Liberty Yogyakarta. Yogyakarta
Harian KOMPAS 22 Desember 2009

1 komentar:

  1. TITanium Rentals
    How do titanium body armor I sell a new titanium jewelry TITanium Rentals online? of the TITanium. titanium white octane blueprint I have been looking titanium trimmer to sell a new TITanium Rentals on the internet. how to get titanium white octane

    BalasHapus